Soal no. 1 s.d 4 didasarkan pada bacaan berikut.
Bahasa yang Taksa dan Samar-samar
Perlu dijelaskan bahwa sebagai aparatus komunikasi, bahas memiliki rupa-rupa keterbatasan dan ketidaksempurnaan. Banyak kekuranglengkapan yang melekat erat (inheren) di dalam sosok bahasa itu sendiri, yang pada gilirannyajustru dapat mencuatkan aneka kesalahpahaman. Sebab pertama dari kekuranglengkapan dan kekurang- sempurnaan bahasa adalah ihwal penandaan atau pe- nyimbolan unsur-unsur kebahasaan. Penandaan komponen- komponen bahasa tersebut lazimnya dilakukan baik secara konvensional maupun inkonvensional.
Penyimbolan secara konvensional dilaksanakan atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama di antar sesama warga pemakaian bahasa dalam sebuah masyarakat bahasa. Karena dasar utamanya adalah kesepakatan atau konvensi, maka lazimnya hasil penyimbolan yang demikian itu tidak banyak menghadirkan persoalan. Ambillah contoh kata jawa segawon yang dalam bahasa Indonesia anjing, dan dalam bahasa Inggris dog. Penamaan terhadap sosok binatang piaraan yang buas, berbulu bagus, tidak terlalu besar dan sukanya meraung- raung keras itu dilakukan secara konvensional. Karena simbol tersebut muncul dalam kesepakatan atau kesepahaman bersama, tidak ditemukan persoalan pemakaian unsur kebahasaan tersebut di dalam praktek komunikasi.
Penyimbolan kedua dilakukan secara arbitrer. Artinya, satuan lingual tertentu digunakan untuk menyimboli sesuatu entitas di alam raya ini secara semena-mdna dan tidak selalu jelas alasan dan justifikasinya. Karena itu, simbolisasi yang demikian rentan terhadap aneka kesamaran dan ketaksaan. Sejumlah pakar bahkan dengan tegas menyebutkan, kesamaan dan ketaksaan tersebut sesungguhnya merupakan sifat kebahasaan melekat, sebagai akibat yang tidak terhindarkan lagi dari simbolisasi arbitrer itu.
(Dikutip dari Media Indonesia, Sabtu 31 Mei 2003 dengan perubahan seperlunya)
Masalah utama yang dibicarakan dalam paragraf
pertama pada teks di atas adalah: