Menurut Ricklefs, untuk menghadapi kematiannya, pada 1645, Sultan Agung membangun sebuah tempt pemakaman baru di puncak bukit di Imogiri, kira-kira lima kilometer di sebelah selatan istananya. Situs ini akan menjadi pemakaman bagi hampir semua penggantinya dan anggota-anggota keluarga kerajaan yang terkemuka.
Akhirnya, Sultan Agung meninggal dunia pada 1646, kira-kira antara awal Februari dan awal April. "Wabah-wabah penyakit merajalela pada tahun 1940-an, dan kematian Sultan Agung mungkin sekali disebabkan ole salah satu wabah tersebut," tulis Ricklefs.
Mengenai wabah penyakit itu, sejarawan Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1, mengutip Babad ing Sangkala bahwa pada 1643-1644 di Mataram (Jawa) teriadi "epidemi beratus-ratus mati setiap hari".
Saat Sultan Agung wafat, pintu-pintu gerbang yang menuju ke istana ditutup untuk mencegah terjadinya kudeta. la digantikan oleh putranya dengan gelar Susuhunan Amangkurat I.